Sabtu, 09 Agustus 2008

Obrolan kecil dalam ruang publik

Asal dari pengalaman di bangku kantin universitas muhammadiyah yogyakarta. Duduk berdua ditemani oleh suasana gemuruh mahasiswa/wi yang hadir disekeliling. Diskusi adalah satu kegiatan yang dilakukan. Berdua bercanda dengan membicarakan segala hal yang terjadi. Dari mulai pertemuan dengan sapaan hingga duduk bareng bersama demi membicarakan segala hal yang terjadi di sekeliling kita.

Awalan dari pembicaraan mengenai pengalaman yang pernah di hadapi sebelumnya hingga pembahasan megnenai kejadian-kejadian yang terjadi di tengah kehidupan kita. Itulah yang selalu di impikan oleh kami. Berdiskusi, bergurau, bercanada hingga serius untuk memikirkan satu hal yang penting. Tanpa disadari oleh kami, kami telah melahirkan ruang publik (publik spare : Habermas) yang teransformatif. Waktu tidak terasa jika kami berdua berbicara panjang lebar menghabiskan waktu yang kosong untuk menunggu aktifitas selanjutnya.

Kami puas dengan hal yang kami lakukan dan kami menyadari pembicaraan itu tidak fokus pada suatu pembicaraan yang khusus. Kepuasan itu kami dapatkan dikarenakan dalam berbicara kami merasa tidak adanya keteraturan pembahasan dan pembicaraan secara seliweran (tidak teratur). Selain itu, juga kami mendapatkan suatu suasana dimana suasana itu dipadati oleh kawan-kawan kami yang menegur sapa dan keramaian suasana saat itu di sekitar kami. Walaupun Tanpa ada obrolan khusus mengenai satu hal yang dibicarakan. Kami menyadari bahwa kami telah menumbuhkan kebebasan dalam segala hal yang telah terjadi dalam suatu fenomena sekaran ini. Kami puas, karena telah mendapatkan berbagai pengetahuan baru yang belum pernah sebelumnya didapat.

Pengetahuan itu terasa mengalir di alam pikiran kami. Seakan tanpa ada batas yang menghalanginya. Tanpa ada batas formal yang membatasi kami untuk membicarakan segala hal. Tanpa disadari oleh kami bahwa kami telah melahirkan suatu konsepsi ruang publik yang sering diutarakan oleh kalangan mahasiswa dalam membahas pemikiran Habermas mengenai kesadaran kritis. Disitu, kami telah mendapatkan hal-hal yang beru pada diskusi kecil saat itu. Tanpa ada intervensi yang dominan. Bebas dan terarah tanpa ada batasan formal yang membatasinya.

Awal dari pembicaraan kami dari curhat hingga berbicara mengenai kondisi sosial masyarakat. Curhatan itu menjadi suatu pengalaman atas perasaan-persaan yang mengesankan, pengalaman pahit yang telah dihadapi di dalam dunia realitas ini. Dari ditinggalkan pacar dan cara mendapatkan pacar yang efektif dan efisien hingga kehendak bebas yang dimiliki oleh manusia di kehidupannya sehari-hari dalam konteks agama maupun di luar konteks agama. Sangat mengesankan kejadian itu terjadi sedemikian mengalir seperti air yang mengalir kehulu. Terus dan terus mengalir.

Kami merindukan hal-hal yang seperti itu. Berbicara tanpa ada batasan tema yang dibicarakan sehingga kami dapat memberikan suatu gagasan mengenai segala hal yang telah dibicarakan dan telah melahirkan kreatifitas gagasan atas kecemasan selama ini di ruang-ruang formal seperti di kelas ketika perkuliahan aktif. Memberikan dampak psikologis yang kuat dan signifikan bagi pengetahuan kami. Berfikir imajenatif dan kreatif menjadi menu utama dalam pembahasan obrolan yang mengalir itu. Walaupun banyak yang menghalangi dengan sapaan-sapaan kecil dari kawan-kawan kuliah. Tapi itu bukan permasalahan besar bagi obrolan mengalir itu.

Terlintas di tengah-tengah obrolan mengalir itu ada suatu kegelisahan yang hadir ketika itu. Kegelisahan atas suatu metodologi pendidikan yang dihadapi oleh kami. Merasakan kejenuhan pada pendidikan formal yang dihadapi sekarang ini. Adanya Banking Education yang terjadi dalam pendidikan formal kita sekarang ini. Banking education yang sedikit memberikan batasan pada pengetahuan kita. Sedikit mengutip Habermas “ketika masyarakat yang mencapai kesadaran kritis akan memberikan transformasi sosial pada tatanan sosial masyarakat dengan melalui komunikasi yang tanpa batas dan kesadaran yang rasional atau emansipatoris pendapat ini ketika ia memberikan gagasan mengenai ruang-ruang komunikasi yang transformatif dalam ruang publik dan itulah pencapaian yang menurut Habermas harus dilakukan pada masyarakat. Dengan melakukan hal seperti itu, akan mendapatkan hasil yang objektif pada pengetahuan.

Memang kebanyakan yang terjadi sekarang ini, khususnya didunia pendidikan formal kurang memberikan ruang-ruang yang bebas sehingga membatasi kreatifitas maupun imajenasi pada pengetahuan. Yang diutamakan di pendidikan formal sekarang ini pada struktur sosial bukan pada kultur sosial.

Struktur sosial ini dengan memakai peran pendidikan sebagai sesuatu wadah yang menciptakan dan menumbuhkan seseorang yang memiliki tanggung jawab kepada yang terdidik. Tidak hanya pendidikan yang formal akan tetapi memberikan tanggung jawab kepada pendidikan yang informal atau profesional kultural. Peran dan fungsi pendidikan yang mendidik pada ruang-ruang formal maupun ruang-ruang informal. Tidak ada batasan dan tidak ada sekat antara yang mendidik dan yang terdidik sehingga menciptakan apresiasi kreatif dan imajenasi bebas secar kolektif.

Selain pendidikan juga, kami membicarakan sedikit permasalahan mengenai manusia yang memiliki hak untuk membaca segala hal dalam kehidupannya. Kehendak untuk membaca diperintahkan secara bebas. Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, ini secara jelas menunjukkan bahwa kehendak manusia yang diperintahkan oleh sang pencipta untuk membaca segala sesuatu yang ada di seputar kita dan nantinya akan berdampak pada produktifitas untuk menciptakan impian yang dicapai. Orang yang rugi dalam hidupnya adalah orang yang tidak memiliki mimpi. Dengan membaca kita dapat mengkonsumsi segala hal yang terjadi di dunia ini dan dapat membentuk suatu pola fikir yang konstruktif. Itu tanpa disadari oleh kita.

Selain itu juga, penjelasan diatas menjelaskan mengenai perintah untuk membaca juga memiliki tafsiran dengan unsur campur tangan pencipta ketika kita melakukan aktifitas membaca. Dengan itu, manusia tidak berdiri sendiri dan memiliki peran dalam menciptakan sesuatu fenomena sosial yang ada, ketika kita mengetahui berbagai macam hal yang didapat dari membaca dan akan memberikan referensi pada suaut fenomena tersebut. Dalam kesempatan kami itu. Terlintas kembali suatu celotehan bahwa mana ada manusia yang pintar dan cerdas ataupun bijaksana kalo dia tidak membaca.

sekian sekelumit hasil dari perbincangan di dalam ruang-ruang non formal (ruang publik) yang memberikan informasi-informasi mengenai fenomena yang terjadi pada realitas sekarang ini.