Senin, 28 Juni 2010

Menulis : Melahirkan Sejarah


Disini

Hai teman-teman aku datang kembali nih untuk menyajikan menu baru dalam Lantai Kehidupan ini, terima kasih atas kunjungan teman-teman yang telah sedikit meluangkan waktunya untuk membaca goresan pena ini dalam sajian baru ku. Menu baru ini ku buat atas perenunganku tentang hal baru bagi diriku, dari keinginanku untuk lebih mengenal diriku melalui tulisan. ya, aku ingin mengenal, mungkin itu kata kuncinya, jika ingin mengetahui lebih lanjut tentang "aku ingin mengenal melalui tulisan teman-teman dapat langsung membacanya dan selamat menikmati hidangan baru saya.. :D, salam kenal, "Pramoe"

Mengapa saya menulis? Itu awal yang terbersit dalam pikiranku saat ini. Sebuah pertanyaan yang mungkin sederhana tetapi memiliki makna yang mendalam bagi sejarah hidup kita. Mengapa? Nanti kita akan menjawabnya mengapa menulis memiliki makna dalam sejarah hidup kita. Kata orang menulis itu sulit dan membosankan, memang awalnya sih seperti itu, akan tetapi setelah kita menekuninya dan terus menerus melakukannya, pasti kita akan gemar dengan kegiatan ini, sesuai dengan idiom ”Kita bisa karena biasa”. Pastilah! Segala kegiatan yang baru pastinya kita akan merasakan suatu kecanggungan bila melakukannya, alasannya karena kita belum terbiasa dengan kegiatan itu. Akan tetapi, setelah kita sering dan terbiasa untuk melakukannya pasti kita akan senang dengan kegiatan yang baru itu. Mungkin seperti itu.
Selanjutnya, kenapa kita harus menulis? Mungkin inilah suatu pertanyaan mendasar jika ingin mengenal sesuatu hal tentang diri kita sendiri maupun tentang segala hal yang berada di sekitar kita. Menurut pramoedya Ananta Toer, menulis merupakan kegiatan untuk mengenal sejarah kita, seperti yang diungkapkannya, “Menulislah, jika tak menulis, maka kamu akan ditinggalkan sejarah.”
Dengan begitu, melalui tulisan kita akan menawarkan dunia. Dunia yang diyakininya benar. Dunia bagi orang-orang yang ingin mengenal sejarahnya. Orang-orang menyebut usaha ini adalah usaha untuk memperkenalkan sejarah yang akan tidak redup. Yaknilah, sejarah bagi orang-orang yang ingin terdengarkan. Jika saja bukan usaha untuk menuliskan kembali biografi diri kita sendiri, mungkin kita pun tidak akan lingkungan kelompok kita sendiri dan akan terhapus dari sejarah. Lalu kisah orang-orang anonim, tapi penting dalam proses pembentukan karakter diri dalam lingkungan yang lebih dekat lagi dan karakter-karakter yang dikandunginya, dibasahi dalam bentuk karya imajinasi. Menulis jadilah dunia dalam sebuah perjalanan baru kita untuk menghalau dunia tersendiri, merdeka, dan sekaligus merangsang pikiran untuk mendudukkan alam pikiran kita dalam konteks yang lebih khusus dan lebih luas lagi.
Dengan cara menulis itulah kita menawarkan sesuatu kepada lingkungan kita. Tak ada yang lain cara efektif yang dipahami oleh kita selain dengan tulisan. Terlalu serak dan pendek umur ucapan sebuah pidato atau semua teriakan. Tulisanlah jalan keluar untuk mengeluarkan riak-riak yang telah meradang di kehidupan kita, yang punya usia memanjang. Tulisan adalah arsip. Dan arsip adalah nyawa atau ruh bagi kehidupan kita, lengkap dengan segerbong kisah-kisah kemenangan dan kekalahannya. Karena itu tepat jika berpesan kepada kita “Untuk menghancurkan sebuah bangsa, bumihangus buku-bukunya. Niscaya bangsa itu akan lupa. Dan saat itulah ia akan hancur.”
Menulis merupakan suatu kegiatan yang secara tidak langsung menjadi arsip bagi kehidupan kita. Dengan santai kita melakukannya tapi memerlukan tenaga yang besar. Ya, tenaga untuk mengulang kembali apa yang pernah kita alami sebagai sebuah pengalaman yang pernah kita jumpai ketika kita melakukan sesuatu hal kebiasaan maupun tidak. Dengan berbagai cara yang dilakukannya, dari duduk diam hingga memikirkan sesuatu yang luas di sekitar kita. Hal yang terpenting dalam menjelaskan tentang kegiatan baru ”menulis” ialah mengenai suatu hasil tindakan kita dengan berkontemplasi (merenungkan) tentang sesuatu yang biasa, yang pernah kita alami sebelumnya, yang nantinya akan teraplikasi dan menciptakan kajian baru dalam melihat realitas kehidupan kita, pastinya! Hasil tersebut nantinya akan memiliki pendukung dari variable-variable, sehingga akan menghidupkan kembali suatu kekuatan dan suatu kebutuhan dari hasil kontemplasi (perenungan) itu. Variable tersebut ialah pengalaman atas diri kita tentang sesuatu hal di dalam lingkungan kita sehari-hari maupun tentang hal-hal lain yang berada disekitar atau diluar diri kita.
Dalam kehidupan ini pasti ada rahasia yang harus di singkap atau diungkap untuk di jadikan cerita perjalanan hidup kita. Maka jalan untuk mengungkap cerita perjalan itu dengan menulis. Ya, kurang lebih seperti itu. Jika perjalanan hidup itu kita tidak tulis maka akan sia-sia karena melalui lisan saja akan hilang oleh waktu. Ya, sesuai dengan pesan seorang besar yang ingin penerusnya untuk tidak hilang oleh sejarah tutur ”Pramodya Ananta Toer”.
Kembali mengenai pertanyaan itu, mengapa saya menulis? Biasanya jawaban yang akan terdengar di telinga kita ialah karena itu hobi saya, karena lagi jenuh, atau karena saya ingin dikenal oleh orang banyak, dll, apapun itu. Jawaban tentang quality personal seseorang. Tetapi jauh diluar sana, menulis tidak hanya berbicara tentang quality personal saja, akan tetapi memiliki suatu kekuatan besar untuk merubah sesuatu hal yang ada. Tidak hanya itu, Tulisan bagai obor, sekaligus kemudi bagi sejarah. Lihatlah jika dengan tulisan kita akan menawarkan sejarah yang kita dipahami sebelumnya. Celakanya, sejarah yang dikandung oleh sebuah tulisan yang kita rangkaikan adalah sejarah yang selalu bertabrakan muka, berhadapan wajah dengan realitas yang kita miliki, berhadapan dengan masa yang akan datang, yang dikreasi oleh kekuatan apapun.
Dan dengan menuli pula, kita kemudian membangun presepsi yang sama sekali baru tentang apa arti diri kita, lingkungan kita maupun peradaban-peradabannya, serta sejarah orang-orang yang bergolak di dalamnya yang bertarung dalam pusaran sejarah. Terutama sejarah dari anomali orang-orang yang dilindas sejarah. Karena menulis tidak hanya sebuah picisan melainkan sebuah mimpi di atas mimpi.
Dari menulis orang dapat tergugah untuk bergerak dan dari menulis pun suatu revolusi (perubahan) sosial akan tercipta. Karena menulis suatu keabadian lahir dari kehidupan ini. Seperti para founding fathers kita yang membentuk Negara ini. Seperti tulisan undang-undang dasar dan teks proklamasi bangsa ini yang telah dikumandangkan untuk kemerdekaan dan menjauhkan diri dari penjajahan asing yang berbentuk penjajahan fisik. Hingga kapanpun semangat-semangat itu akan menjadi api bagi kehidupan berbangsa kita hingga saat ini. Dari semangat yang berkobar itu disebabkan oleh ada suatu dasar dari secarik kertas teks proklamasi yang akan merubah tatanan sosial masyarakat dari penjajahan fisik. itulah kekuatan besar yang lahir dari tulisan.
Tepat sekali jika Pramudya Ananta Toer pernah berpesan melalui karyanya ”jika kita tidak menulis, maka kita akan menjadi orang yang tidak beruntung di muka bumi ini” mengapa? karena kita tidak menulis, kita akan ditelan oleh waktu dan peradaban yang semakin lama akan berubah mengikuti zaman. Artinya, bahwa dengan menulis kita akan menentukan suatu sejarah baru dalam kehidupan ini. Kitalah yang menentukan sejarah dan menentukan waktu sekaligus peradaban. Jejak rekam yang kita lahirkan akan selalu abadi dan selalu diingat oleh siapapun yang membacanya. Sejarah itu akan selalu hidup jika kita menulis. Jika boleh saya menganalogikan, menulis adalah suatu bangunan yang besar yang memiliki pilar-pilar untuk membentuk fondasi yang kokoh. Pilar-pilar untuk mempertahankan bangunan agar tetap berdiri dengan kuat. Itulah menulis, menjadi pilar-pilar untuk menopang bangunan besar kehidupan ini dan sejarah hidup kita adalah bangunan besar itu. Dengan menulis kita melahirkan kehidupan baru. Kehidupan yang menjadi sejarah pada zaman sekarang maupun yang akan datang.
Budaya yang besar adalah budaya menulis. Itulah pesan yang disampaikan oleh Pramodya Ananta Toer. Sebagai contoh, Negara maju. Pertanyaannya adalah mengapa Negara maju mudah dikenal? Salah satunya Negara maju mudah dikenal dikarenakan memiliki budaya menulis yang kuat. Mereka melakukan ekspansi budaya kepada negara-negara berkembang dengan melalui tulisan. Contoh: LOI (Later Of Intens) yang merupakan suatu perjanjian/ kesepahaman mengenai kerja sama antara Amerika dengan Indonesia maupun media-media yang biasa kita lihat. Dari perjanjian itulah bangsa Indonesia tercengkram oleh lembaga-lembaga donator seperti IMF,WTO dan sejenisnya. Dan memberikan pengaruh terhadap ekonomi politik Indonesia khususnya kepada Amerika sebagai Negara Donatur ekonomi keuangan, untuk saat ini. Sungguh hebatkan ”mereka” dari beberapa lembar tulisan saja suatu negara dapat dikontrol oleh Negara lain. Tulisan itu menjadi legitimasi (kekuatan) untuk menciptakan revolusi sosial yang baru.
Selain itu, melalui tulisan pun kita akan mengenal orang-orang besar didunia ini seperti Soekarno, bung Hatta dan yang lainnya. Wajar saja kita lebih mengenal orang-orang besar seperti bung Karno, bung Hatta dan masih banyak lagi tokoh-tokoh yang lain dari pada orang-orang terdekat kita. Alasannya hanya sederhana, Mereka ”tokoh-tokoh” menulis. Sedangkan, orang-orang terdekat kita tidak menulis. Itupun akan kembali kepada kita, jika kita tidak menulis pastinya kita tidak akan dikenal oleh orang-orang terdekat kita dan nantinya kita tidak akan melahirkan sejarah baru karena jejak rekam kita tidak ada yang di tuliskan sebagai sebuah bentuk arsip sejarah bagi orang-orang terdekat kita, seperti orang yang sedang bermain puzzle, merangkai bagian-bagian yang terpisah lalu disatukan untuk menjadi gambar yang menarik.
Saya percaya bahwa kita bisa seperti Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh-tokoh yang lainnya, yang ada di Indonesia maupun di dunia. Selagi kita dapat menuliskan sesuatu gagasan tentang diri kita maupun tentang gagasan di sekitar kita. Mereka (orang-orang yang berpengaruh) mengaplikasikan gagasannya selain melalui media verbal (Orasi, berbicara) juga melalui media tulisan. Kita memiliki kesempatan itu. Kesempatan untuk menjadi orang yang berpengaruh dan kesempatan itu tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang besar saja. Karena kita terlahir atas pilihan menjadi pemenang. Bukan menjadi pilihan yang kalah. Marilah bangsa ini menumbuhkan kesadarannya dengan Menulis. Senjata yang paling tajam bagi bangsa maju adalah dengan menulis. Dengan menulispun pengetahuan kita akan kembali hadir. Sesuai dengan pesan Ali bin Abi Thalib ”pengetahuan ialah tali kekang bagi kehidupan kita”. Jika kuda ingin dikendalikan maka tali kekanglah menjadi alat bagi joki untuk mengendalikan kudanya, jika diri ingin dikendalikan maka dengan tulisanlah sebagai alat bagi para intelektual untuk mengendalikan dirinya. Maka dari itu jika bangsa ini ingin menjadi bangsa yang maju tetapkan dan ikuti dari bangsa-bangsa yang maju untuk menulis.

Bekasi, 27.08.2008