Rabu, 16 Juni 2010

Untuk Lagu Malam

Yang sedang bersama malam saat ini dan,
Untuk sebuah cerita malam yang sedang menemaniku saat ini,

disini

Saat ini, malam pun ingin menjemput fajar. Malam, sudah mulai dalam peraduannya bersama senja, ditemani oleh heningnya suasana bersama alunan kopi dan sebatang rokok yang selalu ingin melekat dalam lidah ini. Aku menuliskan sebuah kata yang sendiri aku lahirkan. Caravansary sebauh melodik yang mengeras bersama angin malam, mulai melantunkan keharmonisan suara untuk menghantarkanku dalam refleksi waktu saat ini, hingga terbersit dalam ngiang ku sebuah kata “lakukan suatu tindakan, bernjak dalam keheningan malam saat ini dan teteskan nira dalam riakmu walaupun itu pahit. karena itu yang dapat membuatmu sadar tentang pentingnya sebuah makna pengetahuan”. Kesendirian pun menemaniku dalam sebuah ruang yang memutih oleh cahaya lampu kamar. Sungguh, aku pun ingin memulai keinginanku ini bersama waktu yang sepi ini. Jejak saat ini tidak tampak oleh mata. Mereka, kawanku sudah menikmati tidurnya dalam peraduan mimpinya, mungkin. Sedangkan aku masih berada dalam kesadaran yang entah kapan dapat merasakan seperti yang dirasakan oleh teman itu. Insomnia. Itulah yang sedang terjadi saat malam ku ini.

Malam saat ini, mulai menampakkan dirinya. Dengan keheningan dan kediam bisuannya. Aku pun mulai ingin berdiam untuk harus mengheningkan tindakan yang biasa terjadi dan memulai seperti yang dilakukan malam yang tidak biasanya sebelumnya. Untuk aku, dapat memecah keheningan suasana ini. Mungkin melalui tulisan ini aku membuat kepingan-kepingan riuh suasana ini, tapi tidak apalah. Itu yang dapat ku perbuat saat ini berserta tulisan ini aku tulis. Malam pun seakan menghujatku, saat ini. disebabkan aku tidak dapat memberikan suasana yang berbeda, entah suasana apa itu? “Dalam benakku”. Insomnia aku pun yang merasakannya. Dengan mata yang tidak dapat dipejamkan dan raga yang tidak ingin beraktifitas untuk menemani malam. Beranda pun mulai hening dalam diam tanpa ada rasa untuk bersenandu. Ya, itulah malam saat ini.

Dengan sadar aku pun ingin merefleksikan diriku, bersamanya. Ingin ku mengetahui apa yang telah aku lakukan selama hari ini. aktifitas yang tidak biasanya rutin aku lakukan. Pasti, berbeda dari biasanya. Saat siang mulai beranjak bersama dengan teman-teman membicarakan hal yang ingin dan sedang terjadi. Setelah itu, mulai rasa rindu untuk memejamkan mata hari dan saat itulah aku mulai memejamkan mata, saat dimana senja mulai mendekati malam dan terbangun saat malam pun mulai tiba. Itulah yang terjadi saat ini. sekilas sebuah cerita hari ini.

Malam saat ini, Aku putuskan untuk berteman dengan harmonisasi caravansari. Saat ini, tiap detik dan tiap menitnya aku berteman dengannya. Kenyamanan mala mini pun aku rasakan. Tanpa ada senggang waktu yang memutuskan kita dan memberikan kesenggangan yang jauh dalam waktu. Ya, aku bersama caravansari, teman baruku yang baru aku temui mala mini. Mungkin entah sampai kapan aku dapat berteman dengannya untuk menemani malam saat ini. bersamaan, aku pun melihat disekelilingku daun pintu pun mulai menutup, Mungkin, agar tidak tampak oleh mata orang lain, bersama dengan ruangan yang ada didalamnya. Sesekali, kembali caravansari memulai kembali bersenandu bersama harmonisasi violin, kicauan burung dan petikan jemari yang menghantarkan ku pada sebuah suasana yang melodik. Mendengarnya, aku mulai tersadar untuk menggoreskan tinta, untuk aku kembali mengabarkan pada malam tentang pertemananku dengan keheningan saat malam ini. Kitaro, ya, mencoba untuk merefleksikan diri dalam dinamisasi suasana. Bersamanya, sesekali pun angin mulai meniup hembusannya. Seperti malu ia menemaniku saat malam ini. Tubuhku pun mulai merangsangkan dengan riuh yang tidak dapat dipisahkan oleh malam. Itulah yang terjadi saat malam menyingsing dalam waktu fajar. Bersamanya lagu untuk malam ini.


Jogyakarta, 17.May.2010

02:45

Pramoe


Selasa, 15 Juni 2010

Matahari Tidak Tampak

Mentari hari ini mulai sedikit tidak tampak dalam orbitnya, jingga dan kelabu awan itu berupa. Berada diantara awan hitam yang menemaninya, tersembunyi diam tanpa memancarkan cahaya yang kemilau. Ingin aku melihat saat ini dalam peraduan sebuah akhir mentari dengan warna cahaya keemasan yang indah itu. Cahaya yang pudar oleh menghitamnya awan sore ini. sulit aku mengenalnya. Seberkas cahayapun seakan sulit untuk menampilkan wujudnya diantara langit dan awan. Seakan yang aku kenal adalah suasana ketika malam datang. Tidak tampak lagi cahaya dalam biasanya. Angin pun sangat kecang seperti tidak biasanya dengan ditemani oleh tetesan air yang bergemuruh pelan menemani di tiap gemuruhnya. Apakah ini suatu pertanda bahwa aku tidak boleh melihat kemilau indahnya senja saat ini? ataukah tuhan ingin mengenalkanku tentang suatu keseimbangan alam? Ya, itu masih misteri dalam benakku. Sesapu angin menghalau kulitku ini.

Anak kecil sedang asik bermain layang-layang dengan ditemani oleh wajah yang murung, tanpa menyadari resiko apa yang akan diterimanya nanti. seakan tidak peduli pada suasana hari yang telah hampir menggelap. Teriakannya pun mulai terus menemani awan yang berwarna itu serta gemuruh angin yang mulai mengencang. Celotehan-celotehan pun bersama menemani sang senja saat itu. Menarik, ulurkan benang demi pencapaian layang dengan hembusan angin yang kencang. Layang yang penuh dengan keombang-ambingan tampak seperti ingin terus berlayang, karena bersama dalam sebuah tiupan angin dalam terpaan angin yang mengencang. Terasa bunyi dalam peraduan angin dengan benang. Gesekan benang itu terasa seperti seruling yang ditiup dengan merdu di tiap arahnya. Sungguh, aku mendengarnya, aku menikmatinya hebusan dengan bersama sehelai benang layang itu. Alangkah merdu dan sendunya saat itu. Kembali, seorang jejaka tua pun menghampiri. Entah mengapa ia menghampiri secara tiba-tiba. Aku diam bersama anak-anak itu.

Dengan gugup seorang tua berdiri menemani si anak itu untuk bermain. Entah, apa yang dilakukan saat itu bersama seorang anak. Labirin suasana sore itu pun tidak di gublisnya, seakan tidak menghiraukan suasana yang hampir menghintam itu. Saat itu pun beranjak dalam peraduan seekor camar mulai berkelompok di hempasan udara dengan riuh dan tawa. Sesekali, ku tatap seorang bapak bersama dengan anak itu mulai menolehkan matanya untuk sesekali menemani riah-riuhnya canda yang ditampilkan oleh camar itu. Senandung lihirpun mulai tampak di balik lapisan bibirnya. Sopan tampak terlihat seyum menghiasi saat itu. ……bersambung…….