Mentari hari ini mulai sedikit tidak tampak dalam orbitnya, jingga dan kelabu awan itu berupa. Berada diantara awan hitam yang menemaninya, tersembunyi diam tanpa memancarkan cahaya yang kemilau. Ingin aku melihat saat ini dalam peraduan sebuah akhir mentari dengan warna cahaya keemasan yang indah itu. Cahaya yang pudar oleh menghitamnya awan sore ini. sulit aku mengenalnya. Seberkas cahayapun seakan sulit untuk menampilkan wujudnya diantara langit dan awan. Seakan yang aku kenal adalah suasana ketika malam datang. Tidak tampak lagi cahaya dalam biasanya. Angin pun sangat kecang seperti tidak biasanya dengan ditemani oleh tetesan air yang bergemuruh pelan menemani di tiap gemuruhnya. Apakah ini suatu pertanda bahwa aku tidak boleh melihat kemilau indahnya senja saat ini? ataukah tuhan ingin mengenalkanku tentang suatu keseimbangan alam? Ya, itu masih misteri dalam benakku. Sesapu angin menghalau kulitku ini.
Anak kecil sedang asik bermain layang-layang dengan ditemani oleh wajah yang murung, tanpa menyadari resiko apa yang akan diterimanya nanti. seakan tidak peduli pada suasana hari yang telah hampir menggelap. Teriakannya pun mulai terus menemani awan yang berwarna itu serta gemuruh angin yang mulai mengencang. Celotehan-celotehan pun bersama menemani sang senja saat itu. Menarik, ulurkan benang demi pencapaian layang dengan hembusan angin yang kencang. Layang yang penuh dengan keombang-ambingan tampak seperti ingin terus berlayang, karena bersama dalam sebuah tiupan angin dalam terpaan angin yang mengencang. Terasa bunyi dalam peraduan angin dengan benang. Gesekan benang itu terasa seperti seruling yang ditiup dengan merdu di tiap arahnya. Sungguh, aku mendengarnya, aku menikmatinya hebusan dengan bersama sehelai benang layang itu. Alangkah merdu dan sendunya saat itu. Kembali, seorang jejaka tua pun menghampiri. Entah mengapa ia menghampiri secara tiba-tiba. Aku diam bersama anak-anak itu.
Dengan gugup seorang tua berdiri menemani si anak itu untuk bermain. Entah, apa yang dilakukan saat itu bersama seorang anak. Labirin suasana sore itu pun tidak di gublisnya, seakan tidak menghiraukan suasana yang hampir menghintam itu. Saat itu pun beranjak dalam peraduan seekor camar mulai berkelompok di hempasan udara dengan riuh dan tawa. Sesekali, ku tatap seorang bapak bersama dengan anak itu mulai menolehkan matanya untuk sesekali menemani riah-riuhnya canda yang ditampilkan oleh camar itu. Senandung lihirpun mulai tampak di balik lapisan bibirnya. Sopan tampak terlihat seyum menghiasi saat itu. ……bersambung…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar