Oleh | Mirza Sulfari
Aku ingin becerita tentang aku bersama teman-temanku, di salah satu tempat yang berada di kampus. Saat itu, dalam kesempatan yang berbahagia aku bertemu dengan salah satu temanku di salah satu loby fakultas , tempat biasa teman-teman bersanda guaru disana. Pertemuan itupun tanpa disengaja sebelumnya, pertemuan itu seperti tiba-tiba tanpa ada janji dan tanpa ada kesepakatan untuk kita harus bertemu. Pertemuan itu sepertinya tidak disengaja tapi seakan sudah disusun dan sudah dikonsep sebelumnya. Oleh siapakah yang menyusun dan mengkonsep pertemuan kami itu? Pertanyaan itu hadir dalam pikiran saya.
Kemudian, setelah saya dan teman bertemu, kami sedikit untuk berbincang-bincang di salah satu tempat duduk lobi fakultas tadi. Sebentar saja kita berdiskusi mengenai studi kami, pertanyaan muncul dari salah satu teman saya, kapan kamu selesai kuliah? Dengan percaya dirinya salah satu teman saya berbicara Bulan Maret saya akan selesaikan studi saya, kalau kamu sendiri? Saya insya Allah akhir Desember, teman saya satu lagi nyeletuk, Desember kapan? 2 tahun lagi ya. Ga lah, Desember tahun 2009 saya akan meyelesaikan studi, itu ucap saya bersama teman satu lagi. Setelah kami ber tiga bersanda gurau di salah satu bangku pelataran lobi fakultas, salah satu teman saya kembali memberikan solusi di tengah-tengah perbincangan kami, aku lapar nih! Kita ke kantin yuk, kemudian, kami bertiga tanpa ada perdebatan langsung bergerak untuk menuju salah satu tempat biasa kami makan bersama. Lalu, ditengah perjalanan saya dan teman sayamelihat-lihat pamflet di pinggiran dinding-dinding fakultas. Berbagai macam pamphlet ada disana, dari pamfelt yang bertuliskan seruan kepada mahasiswa untuk menggabungkan diri hingga pamflet yang menginformasikan agenda atau kegiatan salah satu organisasi kemahasiswaan. Sungguh beragam informasi yang ditawarkan oleh berbagai organisasi dari internal kampus hingga organisasi eksternal kampus. Sangat beragam. Saya bersama teman-teman langsung merespon kondisi itu.
Ternyata dalam kenyataan berkehidupan, komunikasi yang dipakai adalah komunikasi melalui media-media seperti pamflet dan lainnya yang berbentuk media cetak. Komunikasi pamflet tersebut adalah alat bagi mereka yang ingin memperkenalkan kepada masyarakat umum khusunya mahasiswa bahwa mereka hadir ditengah-tengah mobilitas kampus. Mereka mendokumentasikan dirinya melalui pamflet tersebut dan memperkenalkan dirinya melalui secarik kertas yang di foto kopy dan disebarkan melalui dinding-dinding fakultas. Selanjutnya, itu merupakan suatu alat untuk mempengaruhi mahasiswa untuk berikut serta. Saya jadi teringat dalam sebuah artikel yang say abaca disalah satu situs internet. Salah satu strategi yang pertama dilakukan oleh mereka yang ingin mempengaruhi public (masyarakat) dengan melalui alat propaganda seperti : pamflet, Koran, dan media-media lainnya yang sejenis. Setelah masyarakat dikenalkan atau dipengaruhi melalui alat-alat propaganda tersebut maka selanjutnya yang dilakukan adalah dengan membuat forum-forum diskusi mengenai materi-materi yang telah ditawarkan oleh mereka melalui alat propaganda tersebut. Ketika menemukan kesepakatan dalam forum tersebut maka nantinya aka nada manifestasi bagi hasil dari dsikusi tersebut dan manifestasi tersebut menjadi kesadaran kolektif (bersama) untuk melakukan suatu tindakan. Kemudian, mereka bertindak atas kesepakan dan satu kepemahaman bersama. Setelah membuat forum-forum diskusi dan menymakan kesepahaman tadi maka selanjutnya yang dilakukan adalah dengan membuat suatu agenda untuk memformalkan kesepakan tadi dengan membentuk struktur organisasi. Pikirku, mungkin kebanyakan dari organisasi-organisasi yang tumbuh dan berkembang sekarang ini karena itu. Mereka terbentuk atas kesepahaman bersama melalui cara-cara yang seperti itu? Terus bagaimana dengan terbentuknya Negara? Jika Negara dianggap oleh banyak kalangan sebagai suatu organisasi yang formal?. Mungkin saja Negara Indonesia terbentuk atas logika strategi seperti itu. Faunding father negara ini yang memperkenalkan Negara Indonesia melalui alat-alat propaganda untuk keluar dari cengkraman penjajahan saat itu. Kemudian mereka membuat forum-forum yang formal untuk mengukuhkan kesepahaman mengenai keutuhan Negara Indonesia dan mereka bertindak atas kesepahaman bersama untuk membentuk suatu Negara yaitu Indonesia. Sugguh sederhana tetapi secara implementasinya (penerapannya) tidak semudah apa yang dipikirkan.
Setelah itu, saya bersama teman-teman langsung menuju pada tempat biasa kami makan, sebelum itu saya ke salah satu tempat foto kopy untuk mengambil tugas. Saya langsung ke tempat makan dan teman-teman sudah menunggu saya. Langsung tanpa basa basi saya memesan minum dan 2 batang rokok untuk menemani teman-teman bersanda gurau bersama. Disana kami berbincang-bincang mengenai kondisi kampus yang sedang sedikit panas, karena sebentar lagi kami tidak akan dapat menikmati tempat biasa kami makan dan bersada guaru tersebut. Karena sebentar lagi kanti tersebut akan digusur, disebabkan oleh perluasan lahan untuk pembangunan lahan Sportorium yang sedang dibangun. Tidak berapa lama salah satu teman dating dan langsung ikut gabung. Saat itulah diskusi kami berubah. Kedatangan teman tadi membuat diskusi kami tambah hidup. Mengapa? Dengan adanya dia kami langsung mengerutkan kepala untuk menginterpretasikan (menafsirkan) apa yang pertama akan dibicarakn oleh dia. Ternyata yang pertama dibicarakan oleh dia adalah “manusia tidak bedanya dengan hewan” kami bertiga kaget. Terus dari salah satu dari teman kami bertanya, mengapa manusia tidak bedanya dengan hewan? Kemudian salah satu teman saya menjawab dengan cerita. “di salah satu buku yang saya pernah baca, Katanya. Penulis tersebut menceritakan mengenai persamaan antara manusia dengan hewan, dia (si penulis) menceritakan kehidupan kesehariannya. Ketika dia melihat kondisi di tempat ia tinggal. Singkatnya, dalam kehidupan sehari-hari hewan ketika melakukan hubungan setubuhnya memiliki keteraturan yaitu saat musim kawin tiba. Setiap hewan akan melakukan hubungan intim. Artinya, hewan saja memiliki keteraturan dalam melakukan hubungan intim. Sedangkan manusia tidak memiliki keteraturan. Kapanpun dia mau dia akan melakukan hubungan intim. Kami langsung ketawa bersama mendengar jawaban itu.
Selanjutnya, disambung oleh teman yang memberikan pernyataan “manusia tidak ubahnya seperti hewan” dia mengatakan bahwa saya ingin menjadi manusia yang sesungguhnya, tidak manusia secara fisik saja. Akan tetapi manusia yang berakal. Karena manusia secara fisik tidak berakal dan bergerak berdasarkan naluri kehewanan saja. Manusia yang memiliki naluri kehewanan saja akan menimbulkan sifat-sifat seperti hewan. Bertindak berdasarkan insting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja dan yang timbul hanya nafsu untuk menjatuhkan satu dengan yang lainnya dan tidak menyelaraskan hubungan kemanusiaan. Kesadarannya tidak berangkat dari kesadaran kolektif untuk menyelaraskan hubungan manusia dengan manusia tetapi untuk mencari kepuasan secara individu. Kira-kira seperti itu penjelasannya. Saya jadi teringat pernyataan salah satu tokoh, yaitu Thomas Hobbes, pernah mengatakan homo homini lupus, belung omnium contra omnus. Manusia yang satu dengan manusia lain bertindak seperti serigala. Kemudian, manusia satu dengan yang lainnya akan saling menaklukan untuk mencari yang lemah. Sungguh, tidak manusiawi sekali tidakan seperti itu. Tidak memposisikan diri manusia sebagai makhluk yang secara kolektif menjaga keserasian tetapi sebagai obyek penjajahan. Apakah benar seperti itu manusia? Dimana peran perdamaiannya kalo manusia disandingkan dengan pernyataan seperti itu? Jangan-jangan itu yang dinamakan perdamaian, harus ada yang menguasai dan harus ada yang dikuasai? mungkin saja lahirnya perdamaian karena adanya pertentangan antara yang menguasai dan dikuasai. Untuk itu sering terjadi pembunuhan dan peperangan sekarang ini, karena ingin mencapai perdamaian. Sungguh ironi. Kalau itu terus terjadi. Setelah kami berdiskusi panjang mengenai pertanyaan itu. Diskuis itu selesai, teman saya langsung mengundurkan diri untuk melanjutkan aktifitasnya diluar dan kami berempat langsung membubarkan diri untuk kembali melakukan aktifitas keseharian kami. Itulah sedikit sekelumit dari pengalaman cerita di kantin kampus.